Buktiinvestigasi.com (Jakarta) – Sedih dan sekaligus marah, membaca berita terkait insiden ancaman terhadap wartawan yang sedang meliput Atta Halilintar saat melaporkan berita hoaks yang dinilai merusak nama baiknya di Polres Jakarta Selatan pada Kamis [5/9/2024].
Salah seorang yang diduga bodyguard Atta Halilintar diduga mengancam akan menculik wartawan.
“ Hei, jangan shoot saya. Tolong jangan shoot saya,” ucapnya sambil menunjuk ke arah wartawan yang sedang meliput.
Dan yang bikin makin heboh, pria tersebut juga sempat melontarkan kalimat “Sampai saya lihat ada muka saya di TV, saya culik satu orang,” yang langsung jadi sorotan publik.
Meski yang bersangkutan sudah minta maaf, namun hal serupa jangan sampai terjadi lagi di kemudian hari.
Ancaman terhadap wartawan semakin besar, tidak hanya ancaman berupa kekerasan fisik, tetapi terutama kekerasan nonfisik. Hal ini tidak hanya mengancam keselamatan wartawan, tetapi juga mengancam kebebasan pers.
Jurnalis atau wartawan, pada dasarnya, adalah setiap orang yang berurusan dengan warta atau berita. Kebutuhan terhadap informasi kini sudah menjadi bagian dari kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap harinya.
Peran jurnalistik dan komunikasi di era milenium seperti sekarang ini semakin terasa. Seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers, Dalam masa kebebasan pers sekalipun, justru semakin banyak kasus kekerasan yang menimpa wartawan.
Menjadi seorang wartawan memang merupakan profesi yang rentan terhadap bahaya. Namun demikian, lahirnya kebebasan pers ini diikuti pula oleh meningkatnya ancaman keamanan terhadap pekerja pers termasuk para wartawan.
Jenis kekerasan fisik yang dialami oleh jurnalis beragam, mulai dari penyeretan, pemukulan baik dengan tangan maupun dengan benda tajam atau tumpul, hingga pengeroyokan oleh oknum. Baik yang berupa ancaman/intimidasi, tekanan dari para pihak yang menjadi obyek berita maupun tindakan pemukulan, perampasan atau pengrusakan perlengkapan tugas jurnalistik (kamera, film, kantor) sampai pada pembunuhan terhadap insan pers.
Kekerasan terhadap wartawan tidak akan terjadi, jika masyarakat memilki budaya menghargai fungsi dari tugas jurnalis. Budaya yang tidak menghargai tugas wartawan merupakan sebuah ancaman terhadap jurnalis yang sedang menjalankan pekerjaannya.
Mencegah kekerasan terhadap wartawan
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap wartawan, sebagaimana disebutkan di atas, tentu sangat mengganggu wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya. Cara-cara seperti itu merupakan pelanggaran terhadap hak wartawan untuk mencari dan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Tindakan semacam itu sudah melanggar hak asasi wartawan dan hak publik untuk mendapat informasi.
Indonesia sebagai negara demokrasi menjamin kemerdekaan pers. Pasal 4 UU No 4 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia. Pers nasional tidak dikenai penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran.
Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Pasal tersebut dengan tegas memberi hak kepada pers untuk melaksanakan tugas jurnalistiknya.
Pemberian hak itu sekaligus sebagai jaminan kepada wartawan dalam melaksanakan tugasnya tanpa ada rasa takut. Karena itu, kasus-kasus kekerasan dan berbagai bentuk ancaman terhadap wartawan dalam melaksanakan tugasnya merupakan pelanggaran hukum.
Perlindungan hukum untuk wartawan juga dipertegas dalam Pasal 8 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal itu menegaskan dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
Di dalam konteks hak asasi manusia (HAM), perlindungan terhadap wartawan menjadi bagian dari HAM yang berkaitan dengan tugas jurnalistik. Itu artinya perlindungan hukum terhadap wartawan hanya berlaku saat ia melaksanakan tugas jurnalistik.
Jadi, UU tentang Pers hanya menjamin wartawan terbebas dari berbagai kasus kekerasan selama yang bersangkutan melaksanakan tugas jurnalistik. Di luar tugas, wartawan dinilai sama dengan warga negara lainnya. Namun, bukan berarti wartawan saat tidak bertugas dapat diperlakukan semena-mena.
Sebagai warga negara, wartawan tetap mendapat perlindungan sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 dan UU tentang HAM. Dengan demikian, wartawan baik saat bertugas maupun tidak bertugas tetap mendapat perlindungan hukum.
Karena itu, semua bentuk kekerasan terhadap wartawan merupakan pelanggaran hukum yang pelakunya harus ditindak. Bahkan kekerasan terhadap wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik merupakan ancaman terhadap kemerdekaan pers.
Wartawan harus profesional
Sebagai sebuah profesi, wartawan dalam setiap kegiatan jurnalistik, dituntut memiliki kesadaran yang tinggi, harus memiliki self perception yaitu bahwa kesadaran tinggi dapat dicapai apabila memiliki kecakapan, ketrampilan dan pengetahuan yang memadai dalam menjalankan tugas profesinya. Tidak mudah memang menjadi seorang jurnalis professional.
Tak kalah penting, seorang wartawan atau jurnalis harus memiliki kesadaran etika moral dan informasi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan. Kode etik menjadi kiblat kerja wartawan professional dalam menjalankan tugas profesinya mencari dan menyajikan berita yang akurat. Wartawan atau jurnalis professional juga harus memahami informasi untuk membangun suasana ketika berhadapan dengan nara sumber.
Dalam perspektif ilmu jurnalistik, wartawan professional adalah wartawan yang menjunjung tinggi kode etik jurnalistik, salah satunya adalah menjunjung etika moral.
Selain kode etik jurnalistik, wartawan dalam bekerja harus berkiblat pada 5 W + 1H, dan UU Pers No. 40 tahun 1999.
Wartawan professional harus pula mampu membangun suasana ketika berhadapan dengan nara sumber dengan cara memahami materi yang akan diajukan kepada nara sumber dan memiliki informasi akurat terhadap masalah yang akan digali, artinya, wartawan harus bisa menyesuaikan diri ketika berhadapan dengan nara sumber dengan cara memahami isi yang akan diajukan kepada naras umber,
serta memiliki informasi yang akurat terhadap masalah yang akan digali. Membekali diri dengan pengetahuan yang cukup, itu salah satu kuncinya.
Jurnalisme harus berpatokan pada sembilan elemen jurnalisme Untuk memenuhi fungsi media (Kovach dan Rosentiel, 2001:6) yaitu, (1) menginformasikan kebenaran, (2) loyalitas utama urnalisme pada warga, (3) esensi jurnalisme adalah verifikasi, (4) jurnalis harus menjaga independensi (5) jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan, (6) jurnalisme sebagai forum publik, (7) jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting, menarik dan relevan, (8) jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional (9)para jurnalis mengikuti hati nurani.
Sembilan elemen jurnalisme ini tersirat di dalam kode etik junalistik. Ketika para jurnalis melaksanakan tugas sesuai dengan kode etik berarti para jurnalis telah bekerja secara professional.
Sembilan elemen jurnalisme ini tersirat di dalam kode etik junalistik. Ketika para jurnalis melaksanakan tugas sesuai dengan kode etik berarti para jurnalis telah bekerja secara professional.
Dalam bekerja, wartawan harus bersikap independen, mampu menghasilkan berita yang akurat dan berimbang. Selain mentaati kode etik jurnalistik yang menjadi dasar atau panduan, seorang wartawan harus mampu menjaga kepercayaan publik, dan mampu menghasilkan karya jurnalistik yang baik, inspiratif dan edukatif.
Seorang wartawan harus mampu menghasilkan berita yang akurat dan tidak bersikap buruk terhadap nara sumber, dan sadar etika hukum dalam menjalankan kegiatan jurnalistik.
Wartawan professional harus lintas latar belakang, semua harus bisa, dan harus bisa memahami segala jenis berita. Jika pekerjaan jurnalis itu ditekuni atau dijiwai tidak akan ada kendala.
Tak kalah penting, wartawan profesional harus cermat dan cepat dalam menyajikan berita, salah satu caranya dengan mempersiapkan segala hal sebelum melakukan wawancara, seperti peralatan perekam digital, kamera, identitas dari perusahaan pers yang menaungi, dan mencari tahu atau menggali informasi mengenai topik yang akan diwawancarakan, sehingga nantinya menghasilkan berita yang berimbang sesuai 5W+1H dan akurat, sehingga tidak menimbulkan dampak hukum di kemudian hari.
Semoga kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan tidak lagi terjadi di negeri yang menjunjung nilai-nilai dalam demokrasi. Semoga, ruang itu masih ada.
*) Pekerja Media, Penggiat Budaya.
(Red)
Komentar